Judul : Max Havelaar
Penulis : Multatuli
Penerbit : Qanita, PT Mizan Pustaka
Tahun : Cetakan XIII, Agustus 2019
Jumlah : 474 Halaman
- buku ini diterbitkan pertama kali di tahun 1860 yaitu 159 tahun yang lalu. ditulis oleh Multatuli yang artinya “Aku Yang Menderita” merupakan nama pena dari Eduard Douwes Dekker mantan asisten Lebak Banten yang terusik nuraninya melihat penindasan kaum pribumi dengan adanya sistem tanam paksa, dan pemerasan oleh kolonial Belanda bahkan juga oleh Pejabat Pribumi itu sendiri. Akibat mereka yang sibuk memperkaya diri sendiri membuat ribuan pribumi kelaparan, miskin dan menderita. munculnya buku ini membuat orang-orang belanda sadar dan akhirnya menerapkan politik Etis dengan mengadakan pendidikan bagi kaum pribumi elite sebagai usaha membayar hutangnya.
- Judul buku Max Havelaar berarti “makelar kopi perusahaan dagang belanda”. Pada mulanya bercerita dari sudut pandang Droogstoppel seorang makelar kopi sombong yang bertemu dengan kawan lamanya di Amsterdam, ia menyebutnya Sjaalman (Max Havelaar) karena suka memakai syal. Sjaalman meminta agar Droogstoppel dapat menjaminkan biaya penerbitan tulisan-tulisannya menjadi buku. Karena mendengar ada cerita kopi didalam tulisan itu Droogstopel menjadi tertarik dengan harapan mendapatkan keuntungan untuk usaha kopinya dari buku Sjaalman nanti.
- kemudian cerita berlanjut mengenai perkebunan kopi yang ada di Lebak Banten. Yaitu tempat dimana Max Havelaar ditugaskan menjadi Asisten Residen. Asisten Residen ini membawahi bupati Lebak, seorang bangsawan pribumi yang memiliki keluarga gemar berfoya-foya.
-Pada masa itu rakyat diwajibkan menanam kopi walaupun geografis lebak banten tidak cocok untuk menanam kopi. sehingga panen tidak bisa maksimal dan berakibat rakyat lebak kesusahan untuk membayarkan pajak tanah. Selain Sistem tanam paksa rakyat juga tetap harus bekerja di lahannya sendiri untuk menanam padi, oleh karna itu mereka perlu kerbau untuk membajak sawah. Akan tetapi kerbau mereka sewaktu-waktu bisa di ambil untuk kepentingan bupati dan keluarganya dengan sewenang-wenang. kisah seperti ini di alami oleh banyak orang termasuk Saidjah, anak laki-laki yang kehilangan kerbau juga keluarganya hingga harus pergi ke daerah lain secara sembunyi-sembunyi agar mendapat upah untuk membeli 2 ekor kerbau yang nantinya akan ia tunjukkan kepada adinda di bawah pohon ketapang. tapi nasib mereka sungguh tragis.
Posting Komentar
Posting Komentar